Untuk
pertama kalinya FEUP mengadakan program Student Exchange ke luar negeri.
Tujuannya yaitu University of Malaya (Malaysia).
Pro
dan kontra pun bermunculan. Faktor biaya menjadi kendala mahasiswa untuk
mengikuti program tersebut. Karena biaya yang harus di keluarkan adalah
tanggungan mahasiswa yang direkomendasikan.
Biaya
yang terlalu tinggi membuat minat mahasiswa yang berprestasi mengurungkan
niatnya. Padahal ini merupakan kesempatan baik bagi mereka.
“Biaya
Student Exchange tersebut sudah ditetapkan dari University of Malaya, kalau
tidak percaya bisa di cek websitenya,” tutur Sri Widyastuti, Wadek I FEUP.
Meski
begitu, pihak fakultas sedang berusaha untuk memberikan kemudahan bagi mereka
yang terpilih.
“Kami sebenarnya sedang melakukan nego terhadap yayasan untuk
memberi keringanan kepada mahasiswa yang terpilih,” lanjut Sri Widyastuti..
Namun
menurut Sri, biaya yang dikeluarkan itu digunakan untuk keperluan hidup mereka juga disana. Sehingga tidak perlu lagi
untuk dipermasalahkan.
“Karena
program ini adalah perdana untuk Fakultas Ekonomi, doakan saja sukses, sehingga
kita bisa terus melakukan program ini setiap semester,” lanjutnya lagi.
Selain
biaya, persyaratan awal program ini adalah mahasiswa yang memiliki IPK minimal
3.25. Dan setelah diadakan penyaringan, terdapat 210 mahasiswa yang memenuhi
persyaratan.
Dari
210 nama tersebut, diadakan lagi beberapa tahap seleksi. Diantaranya yaitu seminar
motivasi, TOEFL prediksi, Psikotest, TOEFL institusi, test wawancara, test
presentasi, pertemuan orang tua dan tes kesehatan. Hingga akhirnya terpilih 6 mahasiswa yang lulus
persyaratan tersebut.
Ternyata
untuk TOEFL prediksi dan psikotest juga harus mengeluarkan biaya, yaitu sekitar
ratusan ribu rupiah
Banyak yang Mengundurkan Diri
Dari
pantauan My Campus, ada beberapa mahasiswa yang mengundurkan diri karena
terbentur biaya. Mereka sebenarnya sudah lulus seleksi, namun tidak melanjutkan
lagi setelah mengetahui biayanya sekitar 24 juta rupiah.
Salah
satunya Muhammad Kamal Pasha, ia mengundurkan diri meskipun telah melewati
semua tahap seleksi. “Setelah lulus tes, ada pertemuan dengan orang tua.
Disitu dikasih tau rincian biaya yang harus dikeluarkan, dan setelah dengar
biayanya yang begitu mahal, akhirnya saya memilih untuk mengundurkan diri,”
ujar Kamal kepada Suara Ekonomi.
Menurutnya
lagi, seharusnya para peserta yang lulus diberikan keringanan. “ Ini kan kali
pertama UP menjalin kerjasama dengan universitas luar negeri, kenapa gak
diberikan kemudahan,” lanjutnya.
Persiapan dan Kesempatan untuk
Belajar
Bagi
mereka yang lulus, mungkin persiapan diri dan perbekalan merupakan kendala yang
harus diatasi. “Sejauh ini, aku juga nyiapin diri dengan melatih conversation
dan belajar sedikit buat nambah ilmu,” tutur Sharah Annisa Haraska, mahasiswi
jurusan Manajemen 2011.
Disamping
itu, mempelajari segala sesuatu tentang Malaysia juga sangat penting. “Walau kita
masih serumpun, aku juga cari informasi tentang budaya dan kebiasaan mereka
agar bisa menyesuaikan diri,” lanjut Sharah.
Sedangkan
menurut Nevy Meizar Kusswandini, ini adalah
sebuah tantangan dan pengalaman yang tidak boleh disia-siakan.“
Walau
sebenernya yang diutamakan angkatan 2010, aku bakal terus maju selagi ada
kesempatan yang gak semua orang bisa dapat. Kan kita gak bakal tau kemampuan
kita kalau belum mencoba,” jelas mahasiswi jurusan S1
Akuntansi 2011 ini.
Dukungan
orang tua juga menjadi salah satu faktor penting bagi mereka. Nadya Fadhillah
misalnya, yang mengaku dapat dukungan dari orang tuanya.
“
Tadinya aku mau mengundurkan diri. Tapi orangtua terus support supaya maju
karena mereka mau aku sukses dan punya pengalaman internasional.,” ucap Nadya
Fadhillah, mahasiswi jurusan S1 Manajemen 2010 salah satu peserta Student
Exchange. Ririn dan Hamdillah.
No comments:
Post a Comment